Hendra Dwi Prasetyo SP.//Citra O.S Prasetyo.
Dijaman serba modern seperti
saat ini, telah banyak dikembangkan berbagai macam bahan kimia di berbagai
bidang seperti kesahatan dan pertanian. Pemakaian bahan kimia secara berkala
dan berkelanjutan tentu akan memiliki dampak yang negatif baik secara langsung
maupun tidah langsung. Hal ini yang menyebabkan dari berbagai aspek
berlomba-lomba untuk melakukan penelitian untuk menemukan “obat” alamiah dari
alam. Notabennya obat dari alam sangat mudah ditemukan dan ekonomis rendah.
Telah banyak bahan alamiah dari alam yang diuji coba salah satunya cacing
tanah.
Tentu ketika seseorang
mendengar kata cacing hal yang pertama yang terlintas di imajinasi adlah
MENIJIJIKAN, JOROK, KOTOR,dll. Namun berkat kemajuan teknologi serta nalar
intuisi manusia telah banyak menemukan formula agar cacing memilki manfaat yang
dibutuhkan oleh manusia dan pasti nilai ekonomis akan otomatis mengalami
kenaikan yang signifikan. Sehingga dalam perkembangannya masyarakat mulai
banyak yang ingin membudidayakan cacing berdasarkan atas berbagai refrensi dari
berbagai media.
Sebelum benar-benar terjun di
Dunia budidaya cacing tanah, sebagai pemula harus mencari tahu mengenai
dunia budidaya cacing tanah. Sehingga akan timbul suatu pertanyaan mengenai
jenis-jenis cacing tanah. Di bayangan masyarakat luas bahwa cacing
tanah hidup liar di kebun, pekarangan rumah, dan sebagainya. Hal ini wajar karena belum tahu
ilmu pengetahuanya saja. Tinggal sekarang yang perlu
ada dalam setiap jiwa pem-budidaya cacing tanah adalah semangat, pikiran
positif dan rasa ingin tahu untuk belajar dan terus belajar. Hal inilah yang
akan membawa pada jalan kesuksesan.
Cacing tanah yang selama ini kita ketahui ternyata terdapat berbagai jenis
spesies. Berikut ini jenis-jenis cacing
tanah yang menjadi pilihan untuk budidaya.
1. CACING TIGER (Eisenia
fetida)
Klasifikasi Cacing Tiger
Cacing tanah E. foetida adalah binatang tingkat rendah yang hidup di dalam tanah. Kedudukan E. foetida dalam taksonomi (Merops, 2006) adalah:
Kingdom : Animalia
Phylum : Annelida
Kelas : Clitellata
Sub Kelas : Oligochaeta
Ordo : Haplotaxiada
Sub Ordo : Lumbricina
Famili : Lumbricidae
Genus : Eisenia
Spesies : Eisenia foetida
https://en.wikipedia.org/wiki/Eisenia_fetida
Morfologi cacing tiger
Panjang tubuh
cacing tiger tergolong kecil berkisar antara 7-8 cm dengan
diameter tiga mm. Cacing Tiger berwarna coklat
kemerahan dengan segmen berwarna cerah dan pada ujung ekor warnanya kekuningan
sehingga biasa disebut cacing Tiger atau cacing merah. Cacing tiger memiliki
bau yang tidak sedap, bau tersebut dihasilkan dari cairan kuning yang keluar
dari tubuhnya dan berfungsi untuk melindungi diri dari serangan pemangsa. Tubuhnya berbentuk silindris dan gerakannya cenderung lamban jika dibandingkan dengan cacing
lokal. Cacing tiger memiliki
ujung ekor pipih, bagian dorsal berwarna merah muda, bagian ventral berwarna
putih kemerahan dan ekor berwarna orange. Bobot hidup E.
foetida sekitar 0,26-0,55 g/ekor.
Reproduksi
Cacing Tiger
Cacing Tiger
merupakan hewan hermaprodit yaitu mempunyai alat kelamin jantan dan betina
sekaligus (unisex). Cacing Tiger yang
sudah dewasa kelamin memiliki klitelium yang berfungsi sebagai alat reproduksi.
Klitelium juga merupakan penciri utama pembeda spesies Cacing Tiger yang
berasal dari penebalan jaringan epitel permukaan dan mengandung banyak sekali
sel-sel kelenjar. Sel-sel kelenjar tersebut menghasilkan sekreta yang
menyerupai lendir. Sekreta tersebut berguna untuk pembentukan kokon serta
pelindung pada saat embrio. Kokon E.
foetida dapat dilihat pada Gambar (dibawah).
KOKON CACING TIGER |
Klitelium E. foetida terletak pada
segmen ke 24, 25, 26-27 dan segmen tubuhnya berjumlah 90-105. Klitelium E. foetida berbentuk sadel dan jumlah
setanya sedikit. E. foetida dewasa kelamin ketika memasuki umur 48 hari. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Edwards (1988) menunjukkan bahwa bobot badan rata-rata dewasa
kelamin E. foetida adalah 0,55g. 5
Cacing E. foetida dapat memproduksi
14 butir kokon selama 70 hari (rata-rata 5 kokon
setiap hari). Jumlah anak cacing E. foetida yang menetas berkisar
antara 1-7 ekor (rata-rata 3,9 ekor). Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Waluyo (1993) menunjukkan bahwa satu ekor cacing E. foetida dengan perlakuan
penambahan kapur menghasilkan 1-2 butir/minggu. Jumlah kokon pada minggu keenam
bertambah menjadi lima butir. Perlakuan tanpa penambahan kapur hanya
menghasilkan 2-3 butir/ekor/minggu, sedangkan pada minggu keenam menjadi 6,7
butir. Penelitian lainnya oleh Puskas
et al., 1990 kokon cacing E. foetida
yang ditetaskan pada suhu 25 °C menghasilkan 14% kokon kosong, 21% menghasilkan
satu anak cacing E. foetida, 5% dua
anak cacing E. foetida, 14% tiga anak
cacing E. foetida, 14% empat anak
cacing E. foetida, 31% empat atau
lebih anak cacing E. foetida.
Siklus
Hidup
Menurut
Lee (1985) siklus hidup cacing E. foetida dibagi menjadi 4 tahap yaitu:
(1)
produksi kokon,
(2) waktu
inkubasi,
(3)
penetasan dan
(4)
pertumbuhan.
Pertumbuhan
cacing E. foetida di bagi menjadi 3 fase yaitu:
- pertumbuhan cepat (preproduktif),
- pertumbuhan lambat (dewasa kelamin) dan
- pertumbuhan sangat lambat (post produktif).
Periode siklus cacing E. foetida
dipengaruhi oleh
- temperatur,
- kadar air tanah,
- ketersediaan makanan dan,
- faktor-faktor lingkungan.
Menurut
Sihombing (2002), siklus hidup E. foetida
pada suhu 25 °C dan kelembaban sekitar 75%. Berikut ini
merupakan siklus hidup Cacing Tiger.
"Kokon mengalami masa inkubasi 23 hari setelah
itu menetas kemudian fase berikutnya adalah menjadi anak cacing, dalam fase
anak cacing ini melalui ± 40-60 hari sampai pada fase dewasa. Setelag dewasa
lalu mengalami perkawinan dan setelah ± 4 hari dapat menghasilkan kokon
kembali, begitulah siklus hidup cacing E. foetida dalam 1 siklus hidupnya."
Manfaat Cacing Tiger
Cacing Tiger dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak yaitu sumber protein hewani untuk subtitusi
tepung ikan dan tepung daging. Kadar
protein Cacing Tiger dengan
perlakuan penambahan kapur 6 adalah 66,09% sedangkan tanpa penambahan kapur
63,43%. Cacing Tiger
mempunyai banyak manfaat diantaranya memperbaiki ekosistem tanah, menyuburkan
lahan pertanian, meningkatkan manfaat limbah organik, meningkatkan daya serap
air permukaan tanah, mengurangi pencemaran lingkungan, umpan ikan, kosmetik,
bahan obat dan penghasil casting. Cacing Tiger dapat
digunakan sebagai obat penurun demam (antipyretic),
obat pereda sakit kepala (antipyrin), penawar racun (antidote), blood vesel
shrinker, penyubur rambut, pakan burung, umpan pancing ikan, pakan ternak dan
sebagai makanan manusia di Afrika, Papua New
Guine, Philipina, Taiwan dan Thailand.
Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi
Pertumbuhan Cacing Tiger
Faktor-faktor
yang mendukung pertumbuhan dan reproduksi Cacing Tiger adalah:
1.
ketersediaan
makanan,
2.
temperatur,
3.
kelembaban,
4.
derajat
keasaman (pH),
5.
aerasi,
6.
faktor
cahaya,
7.
kepadatan
populasi dan,
8.
predator.
Ketersediaan
makanan
Kotoran
sapi sebagai media tempat hidup juga berfungsi sebagai bahan makanan Cacing Tiger. Kandungan protein yang baik
bagi Cacing Tiger berkisar
antara 9%-15%. Pertumbuhan
dan laju reproduksi Cacing Tiger
tergantung pada jenis dan jumlah pakan yang dikonsumsi. Pertambahan waktu menyebabkan ketersediaan makanan
dalam media semakin terbatas sehingga Cacing
Tiger
tidak mempunyai sumber nutrisi yang cukup untuk menunjang aktivitas reproduksi.
Hal tersebut juga dapat mengakibatkan laju produksi kokon semakin rendah.
Ukuran partikel media yang lebih halus dapat meningkatkan kemampuan makan Cacing Tiger. Tekstur media yang berserat dapat menyebabkan
kesulitan bagi Cacing Tiger untuk
mengkonsumsi media. Hal ini disebabkan karena Cacing Tiger tidak memiliki gigi untuk
mengkonsumsi media atau pakan.
Temperatur
Temperatur media hidup Cacing Tiger sangat mempengaruhi periode
pertumbuhan mulai dari penetasan sampai dewasa kelamin. Suhu optimum yang dapat
membantu pertumbuhan Cacing Tiger dan
penetasan kokon 7 adalah 15-25 ºC. Cacing Tiger
tergolong spesies yang peka terhadap temperatur habitatnya. Temperatur optimum
untuk perkembangan Cacing Tiger adalah
25°C. Cacing Tiger dewasa
dapat berkembangbiak pada temperatur 28-32 ºC dan temperatur optimal adalah
28ºC.
Kelembaban
Kelembaban
optimal Cacing Tiger adalah
80- 90% dengan batasan 60%-90%. Cacing Tiger
membutuhkan lingkungan media sarang yang basah tetapi tidak tergenang air. Sebagian besar cacing tanah
melakukan pernafasan melalui permukaan tubuh yang selalu di jaga kelembabannya
oleh kelenjar lendir dan epidermis.
Derajat Keasaman (pH)
Cacing Tiger memiliki
enzim yang terbatas sehingga tidak cukup untuk merombak karbohidrat dan protein.
Media Cacing Tiger yang
terlalu asam dapat menyebabkan tembolok membengkak, sehingga dapat mengakibatkan
kematian. Cacing Tiger yang
dimasukkan ke dalam media alkalis dapat menghambat pertumbuhan bakteri
esensial. Bakteri esensial membantu merombak zat makanan di dalam alat
pencernaan sehingga zat tersebut dapat diserap. Media alkalis dapat mengakibatkan Cacing Tiger mengalami dehidrasi, kehilangan
bobot, warna pucat, tubuh menciut dan akhirnya mati. Derajat keasaman media
harus dijaga agar netral yaitu 6,8-7,2. Pada
umumnya
Cacing Tiger membutuhkan makanan dengan pH
6,0-7,2 (pH optimum untuk aktivitas bakteri). Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Waluyo (1993) menunjukkan bahwa penambahan kapur sebanyak 0,3% dari berat
campuran media akan menaikkan pH antara 0,14-0,30.
Aerasi Media
Cacing Tiger dapat
dibalik seminggu sekali. Pembalikan dilakukan agar aerasi berjalan dengan baik.
Aerasi sangat penting untuk mencegah akumulasi asam
organik, asam laktat dan gas di dalam media. Media yang terlalu padat dapat
menyebabkan Cacing Tiger sulit
bernafas dan keracunan gas yang bersifat asam seperti asam-asam organik dalam
sarang.
Cahaya
Cacing Tiger
merupakan hewan nocturnal (hewan yang aktif mencari makan dan kawin pada malam
hari). Cacing Tiger tidak
mempunyai mata tetapi di seluruh tubuhnya tersebar sel-sel fotosensitif
sehingga sangat peka terhadap cahaya terutama sinar ultraviolet.
Kepadatan Populasi
Ukuran kepadatan merupakan rasio berat bibit Cacing Tiger dengan media hidupnya.
Pemeliharaan Cacing Tiger yang
dilakukan pada bak berukuran 60x45x20 cm (56.120 cm3 ) memiliki kepadatan
populasi Cacing Tiger yang
ideal yaitu 200-400 g. Hasil ini menunjukkan bahwa Cacing Tiger sebanyak 100 g dapat dilakukan
pada bak dengan volume sekitar 28.060 cm3 . Populasi yang terlalu padat dapat
menyebabkan Cacing Tiger yang
dipelihara menjadi kecil-kecil.
Pemangsa (Predator)
Predator Cacing Tiger yang harus dihindari antara lain
burung, katak, kecoa, lelabang atau lipan, semut, tikus, ayam dan ular. Bahaya
utama yang dihadapi Cacing Tiger adalah
agrisida yang berpengaruh negatif sehingga tidak menguntungkan bagi kehidupan
cacing tanah.
Habitat Cacing Tiger
HABITAT CACING TIGER |
Cacing ini biasanya ditemukan pada tumpukan bahan
organik, sampah rumah tangga, atau di bawah batang pisang yang membusuk. Cacing
ini juga termasuk dalam cacing budidaya dari Eropa yang cukup terkenal karena
ketahanannya hidup di temperatur 18 - 27°C.
Continued .... (JENIS-JENIS CACING, MANFAAT, BUDIDAYA. bag. 2)
No comments:
Post a Comment