Pages

Sample text

Sample Text

Social Icons

Featured Posts

PATI (Polisakarida)

Written by. Edupedia
Hendra Dwi Prasetyo // Citra O. S. Prasetyo

Pati merupakan salah satu polisakarida yang paling banyak ditemukan di alam. Kebanyakan jenis tumbuhan menyimpan cadangan makanannya dalam bentuk pati di berbagai organ tumbuhan, misalnya biji, buah, akar, batang, dan sebagainya [Robyt, 1998]. Komposisi kimia terbanyak dari berbagai bahan makanan seperti beras, jagung, dan singkong adalah pati, diikuti oleh protein dan lemak dalam jumlah yang lebih sedikit

Tabel 1.1 Komposisi beberapa sumber makanan
Bahan makanan
Komposisi (%berat)
Pati
Protein
Lemak
Kelembaban
Lain-lain
Beras
78
8
0,5
12
2
Jagung
60
9
4,0
16
7
Singkong
26
1
0,3
66
11

Komponen Penyusun Pati

Pati terdiri dari amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan rantai glukosa linier yang terdiri dari 200-6000 residu glukosa. Molekul-molekul glukosa terhubung satu sama lain oleh ikatan α-1,4 glikosidik. Pada granula pati, amilosa terletak di permukaan dan pada umumnya terkandung sejumlah 20-25% berat pati. Bagian dalam granula pati tersusun oleh amilopektin. Amilopektin adalah rantai glukosa yang bercabang. Rantai utama merupakan rantai glukosa linier dengan ikatan a-1,4 glikosidik, sedangkan rantai cabang terhubung pada rantai utama oleh ikatan α-1,6 glikosidik. Residu glukosa yang menyusun amilopektin berjumlah sekitar 2.000.000 unit. Ini menjadikan amilopektin sebagai salah satu molekul terbesar di alam. Sebagian besar amilopektin membentuk heliks ganda seperti DNA [Bulèon et al., 1998].

Bagian permukaan tersusun dari amilosa yang memiliki struktur amorf. Beberapa bagian kecil amilopektin juga membentuk struktur amorf, namun sebagian besar amilopektin dominan dalam struktur kristalin.

Jumlah amilosa dan amilopektin pada tiap-tiap sumber pati berbeda-beda. Secara umum, jumlah amilosa dalam granula pati berkisar antara 15–30% berat, sementara amilopektin berjumlah 70–85% berat pati. Perbedaan komposisi amilosa dan amilopektin menyebabkan perbedaan karakteristik pati dari tiap-tiap sumber. Salah satunya adalah bentuk partikel pati yang dihasilkan. Perbedaan bentuk partikel ini juga dapat mempengaruhi mekanisme kerja enzim terhadap granula pati mentah. Tabel 1.1 menunjukkan perbedaan komposisi dan karakteristik beberapa jenis pati yang banyak dihasilkan di Indonesia [Robyt, 1998].

Proses Pelarutan Pati

Pati tidak larut dalam air dingin. Granula pati yang dilarutkan dalam air dingin akan menghasilkan suspensi. Di dalam air dingin, granula pati mampu menyerap air. Proses penyerapan ini berlangsung secara reversibel. Pemanasan suspensi pati menyebabkan proses penyerapan air tidak lagi reversibel. Ketika dipanaskan, bagian amorf granula pati mulai mengembang, diikuti dengan bagian kristalin. Amilosa larut dalam air panas sehingga amilopektin tidak lagi terlindungi. Pemanasan lebih lanjut menyebabkan terbukanya heliks ganda amilopektin. Hal ini berakibat pada rusaknya struktur kristalin pati secara bertahap. Proses ini disebut gelatinisasi yang ditandai dengan meningkatnya viskositas larutan. Jika gelatinisasi berlangsung terus-menerus, struktur granula pati akan rusak total. Fenomena ini disebut pemebentukan pasta/lem [van der Maarel et al., 2002].

Di dunia industri pemrosesan pati, proses pelarutan pati seringkali menjadi masalah karena sulit, tidak efisien dan membutuhkan biaya yang tinggi. Oleh karena itu, proses ini membutuhkan katalis. Pada tahun 1811, Kirchoff, seorang ilmuwan berkebangsaan Jerman, memperkenalkan penggunaan asam encer sebagai katalis pelarutan pati. Asam mampu menghidrolisis ikatan glikosidik pada molekul pati dan menghasilkan oligosakarida atau glukosa. Oligosakarida dan glukosa memiliki kelarutan di dalam air lebih tinggi dibandingkan kelarutan pati. Kelemahan penggunaan asam untuk menghidrolisis pati adalah dihasilkannya limbah yang korosif. Dengan perkembangan bioteknologi, industri mulai menggunakan enzim untuk mengkatalisis proses pelarutan pati [Crabb dan Mitchinson, 1997; Crabb dan Shetty, 1999]. Enzim yang banyak digunakan adalah a-amilase.

Kelompok-kelompok Enzim Pengubah Pati


Dalam pemrosesan pati, ada beberapa jenis enzim yang terlibat. Berdasarkan cara kerjanya, enzim pengubah pati dapat dibagi-bagi menjadi empat kelompok besar, yaitu endoamilase, eksoamilase, enzim pemutus cabang, dan transferase.

Endoamilase merupakan enzim yang mampu menghidrolisis ikatan a-1,4 glikosidik pada bagian dalam (endo) molekul amilosa atau amilopektin. Enzim dari kelompok endoamilase yang paling banyak digunakan adalah a-amilase (EC 3.2.1.1). a-amilase menghidrolisis ikatan a-1,4 glikosidik secara acak dan menghasilkan oligosakarida dan dekstrin (Gambar 2.1) Keistimewaan a-amilase adalah kemampuannya untuk tetap mempertahankan konformasi a pada ujung pereduksi produk oligosakarida yang dihasilkan.
Kelompok enzim pengubah pati yang kedua, yaitu eksoamilase, menghidrolisis ikatan a-1,4 glikosidik pati mulai dari ujung pereduksi. Oligosakarida atau glukosa yang dihasilkan dari proses hidrolisis mengalami perubahan konformasi dari a menjadi b. Enzim yang termasuk ke dalam kelompok eksoamilase antara lain b-amilase (EC 3.2.1.2) dan glukoamilase (EC 3.2.1.3). Kedua jenis enzim ini banyak ditemukan pada mikroorganisme [Pandey et al., 2000].

Enzim pemutus cabang menyerang ikatan a-1,6 glikosidik pada molekul pati. Hasil hidrolisisnya berupa oligosakarida linier. Enzim pululanase tipe I (EC 3.2.1.41) dan isoamilase (EC 3.2.1.68) termasuk ke dalam golongan enzim pemutus cabang. Salah satu enzim dari keluarga pululanase, yaitu pululanase tipe II mampu menghidrolisis ikatan a-1,4 dan a-1,6 glikosidik. Enzim jenis ini dikenal dengan nama amilopululanase atau a-amilase-pululanase. Hasil degradasinya merupakan maltosa atau maltotriosa [Takata et al., 1992].

Enzim amilolitik yang termasuk ke dalam kelompok transferase bekerja dengan menghidrolisis ikatan a-1,4 glikosidik. Enzim ini kemudian menyambungkan fragmen hasil pemotongan dari molekul donor dengan fragmen akseptor sehingga terbentuk ikatan glikosidik yang baru. Contoh enzim transferase yang telah dikenal secara luas adalah CGTase (cyclodextrin glycosyltransferase, EC 2.4.1.19). CGTase memotong ikatan a-1,4 glikosidik pada pati kemudian menyambungkan ujung pereduksi dengan ujung non-pereduksi fragmen hasil pemotongan. Produk yang dihasilkan adalah suatu siklodekstrin. Siklodekstrin dimanfaatkan terutama di industri farmasi sebagai aditif obat, untuk meningkatkan kelarutan dan kemampuan terabsorpsi obat di dalam tubuh [Robyt, 1998].

Keluarga a-amilase

Henrissat (1991) mengklasifikasikan enzim-enzim pengubah pati berdasarkan kemiripan sekuen asam amino pada domain katalitiknya. Berdasarkan klasifikasi Henrissat, keluarga a-amilase termasuk ke dalam keluarga 13 glikosil hidrolase (GH13). Karakteristik umum dari keluarga a-amilase [Kuriki dan Imanaka, 1999] antara lain :

  1. menghidrolisis ikatan a-glikosidik dan menghasilkan monosakarida atau oligosakarida yang memiliki konformasi a
  2. mengadopsi struktur tong (b/a)8 pada domain katalitiknya
  3. memiliki empat daerah asam amino lestari, yaitu aspartat pada b2, arginin dan aspartat pada b4, asam glutamat pada b5, dan histidin dan aspartat pada b7.
Masing-masing enzim di dalam keluarga a-amilase memiliki spesifisitas substrat dan produk yang berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan oleh berbedanya domain katalitik yang dimiliki masing-masing enzim tersebut. Pada dasarnya, keluarga a-amilase memiliki dua domain protein, yaitu domain A dan B. Domain A memiliki struktur tong (b/a)8. Dalam struktur tong ini,delapan untai b tersusun secara paralel dan  simetris di dalam tong dan dikelilingi oleh delapan a-heliks. Residu-residu asam amino yang berperan penting dalam katalisis terdapat pada ujung C untai b [Banner et al., 1975]. Domain B terletak diantara untai b ketiga dan a-heliks ketiga pada domain A. domain ini berperan penting dalam pengikatan substat atau pengikatan ion Ca2+. Selain domain A dan B, enzim a-amilase (EC 3.2.1.1) memiliki satu domain tambahan, yaitu domain C. Domain ini ikut terlibat dalam proses katalitik, tetapi fungsinya belum diketahui secara pasti [Holm, et al., 1990].

Dalam menghidrolisis substrat, ada tiga residu asam amino yang penting yaitu satu molekul asam glutamate dan dua molekul aspartat. Residu asam glutamat berperan sebagai katalis asam, salah satu residu aspartat bertindak sebagai nukleofil, sementara residu aspartat yang lain berfungsi untuk mengikat substrat pada sisi aktif. Proses hidrolisis substrat hingga menghasilkan produk dilakukan melalui beberapa tahap yang meliputi tahap protonasi, serangan nukleofilik, pembentukan senyawa transisi, dan hidrolisis.

Pertama-tama, substrat terikat pada sisi aktif enzim. Pengikatan terjadi melalui ikatan hidrogen yang terbentuk antara atom oksigen dari satu molekul aspartat dengan atom hidrogen dari gugus –OH2 dan –OH3 substrat. Selain untuk mengikat substrat, kedua ikatan hidrogen ini juga mengganggu kestabilan substrat sehingga lebih mudah dihidrolisis. Residu glutamat dalam bentuk asam memprotonasi atom oksigen pada ikatan glikosidik. Residu glukosa yang membentuk ikatan glikosidik terprotonasi melalui ujung pereduksinya diberi nomor –1, sedangkan residu glukosa yang membentuk ikatan glikosidik terprotonasi melalui ujung non-pereduksinya diberi nomor +1 (Gambar 2.1). Pada saat yang sama, satu residu aspartat yang tidak membentuk ikatan hidrogen melakukan serangan nukleofilik melalui atom oksigennya terhadap atom C1 pada residu glukosa –1. Ini menyebabkan terbentuknya senyawa transisi yang mirip ion oksokarbonium, kemudian diikuti dengan pembentukan senyawa antara kovalen.

Tahap hidrolisis selanjutnya adalah putusnya ikatan glikosidik yang terprotonasi. Fragmen glukosa yang memiliki residu +1 meninggalkan sisi aktif enzim. Molekul air memasuki sisi aktif enzim kemudian melakukan serangan nukleofilik melalui atom oksigennya terhadap C1 pada residu glukosa –1. Tahap ini menghasilkan senyawa transisi yang mirip ion oksokarbonium kembali.

Tahap terakhir dalam degradasi pati oleh a-amilase adalah hidrolisis. Atom hidrogen dari molekul air diserang oleh oksigen dari ion glutamat sehingga glutamat kembali berada dalam bentuk asam. Residu aspartat yang membentuk ikatan oksokarbonium dengan atom C1 terlepas. Demikianlah tahap-tahap dalam hidrolisis pati yang menghasilkan oligosakarida [Uitdehaag et al., 1999]. Ilustrasi mengenai mekanisme hidrolisis substrat oleh a-amilase ditunjukkan pada Gambar 2.2.
 Selain aspartat dan asam glutamat, ada beberapa residu asam amino yang ikut berperan dalam proses katalitik. Beberapa residu yang pernah diteliti antara lain histidin, arginin, dan tirosin. Residu-residu ini berperan dalam memosisikan substrat agar berada pada orientasi yang tepat, mengarahkan serangan nukleofilik, dan menyetabilkan senyawa transisi [Nakamura et al., 1993; Lawson et al., 1994; Strokopytov et al., 1996; Uitdehaag et al., 1999].

Domain Pengikat Pati

Tidak semua enzim amilolitik mampu mendegradasi pati mentah. Dari semua jenis enzim amilolitik, hanya ada sekitar 10% enzim amilolitik yang mampu bekerja pada pati mentah. Ini disebabkan oleh perbedaan fasa antara enzim dan pati mentah. Pati tidak larut di dalam air, sementara enzim membutuhkan media air untuk dapat menghidrolisis pati. Walaupun pati disuspensikan ke dalam air, secara molekular, wujud pati tetap padat sehingga tidak dapat bereaksi dengan enzim. Suatu enzim amilolitik harus memiliki domain pengikat pati agar dapat berinteraksi dengan pati mentah. Domain pengikat pati memungkinkan terjadinya interaksi antara enzim pada fasa larutan dengan substrat yang tidak terlarut. Setelah mengikat molekul pati, domain pengikat pati mengirimkan substrat ke sisi katalitik enzim. selain itu, domain pengikat pati juga membantu merusak permukaan granula pati untuk mempermudah proses hidrolisis [Rodriguez-Sanoja et al., 2005].

Pada umumnya domain pengikat pati terletak di daerah ujung C, tetapi ada beberapa jenis enzim amilolitik yang memiliki domain pengikat pati pada daerah ujung N, misalnya glukoamilase dari Rhizopus oryzae [Ashikari et al., 1986]. Ada beberapa residu lestari pada domain pengikat pati, baik yang terletak di ujung C maupun ujung N yaitu threonin, glisin, leusin, triptofan, prolin, lisin, dan asparagin.

Kemampuan pengikatan substrat mentah tidak hanya terdapat pada enzim amilolitik. Beberapa jenis karbohidrase lain ternyata memiliki modul pengikat karbohidrat (carbohydrate binding modules, CBM) yang mirip dengan domain pengikat pati, sehingga mampu mendegradasi substrat mentah. Oleh karena itu, domain pengikat pati dimasukkan ke dalam kelompok CBM. Berdasarkan homologinya, domain pengikat pati terbagi menjadi tujuh keluarga CBM, yaitu CBM20, CBM21, CBM25, CBM26, CBM34, CBM41, dan CBM45 [Coutinho dan Henrissat, 1999; Boraston et al., 2004]. Letak domain pengikat pati pada masing-masing keluarga CBM ini berbeda-beda.

Domain pengikat pati yang paling banyak ditemukan di alam berasal dari keluarga CBM20 yang terletak pada daerah ujung C. Struktur tiga dimensi protein CBM20 mengadopsi bentuk tong b yang terpisah dan terbuka. Tong b ini terdiri dari dua lembar-b. Lembar-b pertama tersusun dari lima untai b anti-paralel, sedangkan yang kedua merupakan gabungan antara satu pasang untai b paralel dan satu pasang untai b anti-paralel [Jacks et al., 1995].

Keluarga CBM20 memiliki dua sisi pengikatan pati. Sisi pengikatan pertama berfungsi sebagai inisiator dalam pengenalan pati. Residu asam amino yang berperan dalam pengikatan pati pada sisi pengikatan ini adalah 2 residu triptofan. Sisi pengikatan kedua memiliki dua residu tirosin yang penting dalam pengikatan substrat. Substrat terikat pada sisi pengikatan melalui interaksi hidrofobik dari keempat residu penting tersebut [Sorimachi et al., 1997].

Keluarga CBM berikutnya, yaitu CBM21, memiliki kemiripan dalam struktur protein dan cara pengikatan pati dengan keluarga CBM20, tetapi letaknya berbeda. CBM21 terletak pada ujung N protein. Perbedaan letak ini menyebabkan perbedaan kemampuan adsorpsi dan degradasi pati mentah [Ashikari et al., 1986; Takahashi et al., 1982]. Sama seperti keluarga CBM20, keluarga CBM21 juga mempunyai dua sisi pengikatan substrat. Substrat terikat pada sisi pengikatan pertama melalui dua residu asam amino, yaitu triptofan dan tirosin. Sisi pengikatan kedua berperan sebagai fasilitator pengikatan substrat. Residu asam amino yang berperan pada sisi pengikatan kedua ini adalah tirosin [Chou et al., 2006].

CBM25 dan CBM26 memiliki domain pengikat pati pada daerah ujung C. Anggota kedua keluarga ini belum banyak ditemukan. Keduanya mengadopsi struktur protein b-sandwich, dengan 10 untai b pada CBM25 dan 9 untai b pada CBM26. CBM25 memiliki dua sisi pengikatan substrat dengan tiga residu asam amino penting, yaitu histidin dan dua residu triptofan. CBM26 hanya memiliki satu sisi pengikatan substrat. Residu asam amino yang berperan penting dalam pengikatan substrat adalah triptofan dan dua residu tirosin.

Keluarga CBM34, CBM41, dan CBM45 memiliki domain pengikat pati pada daerah ujung N. Tipe lipatan protein pada CBM34 mirip dengan CBM20, CBM21, CBM25, dan CBM26 [Kamitori et al., 2002]. Residu asam amino yang sangat berperan pada CBM34 adalah triptofan. Keluarga CBM41 memiliki struktur protein dan sisi pengikatan yang mirip dengan CBM20, tetapi CBM41 hanya memiliki satu sisi pengikatan. Dua residu triptofan pada sisi pengikatan membentuk interaksi hidrofobik dengan cincin glukosa pada substrat. Selain dua residu triptofan, satu residu tirosin juga terlibat dalam pengikatan substrat [Mikami et al., 2006]. Anggota keluarga CBM45 adalah protein eukariot dari tanaman. Hingga saat ini struktur tiga dimensi protein CBM45 belum diketahui,sedangkan residu asam amino yang berperan dalam pengikatan substrat diperkirakan dua residu triptofan [Mikkelsen et al., 2006]. Struktur protein domain pengikat pati pada keluarga CBM20, CBM21, CBM25, CBM26, CBM34, dan CBM45.


--FIN--

No comments:

 

Most Reading

EDUPEDIA

Powered by Blogger.